Selasa, 04 November 2025

Pidana Kerja Sosial, Gubernur Jabar: Efisiensi Anggaran Negara dan Dorong Produktivitas Sosial

PEMERINTAHAN   Nov 4, 2025  -   Diposting Oleh : Newsroom Diskominfosantik  -  Dibaca : 105 Kali


id12432_IMG-20251104-WA0135.jpg
Penandatanganan MOU PKS antara Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat tentang pelaksanaan Pidana Kerja Sosial bagi Pelaku Pidana di Gedung Swatantra Wibawamukti Komplek Pemkab Bekasi Cikarang Pusat, Selasa (04/11/2025). Foto: Jaja Jaelani/Diskominfosantik.

CIKARANG PUSAT – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menilai program hukuman kerja sosial bagi pelaku tindak pidana ringan bukan hanya langkah hukum yang humanis, tetapi juga berdampak langsung bagi masyarakat dan efisiensi anggaran negara.

Hal itu disampaikan Dedi Mulyadi pada acara Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama antara Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat serta Pemerintah Kabupaten/Kota se-Jawa Barat tentang pelaksanaan Pidana Kerja Sosial bagi Pelaku Pidana yang berlangsung di Gedung Swatantra Wibawa Mukti, Kompleks Pemkab Bekasi, Cikarang Pusat, pada Selasa (4/11/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, bersama para Bupati dan Wali Kota se-Jawa Barat, menandatangani kerja sama dengan Kejari di masing-masing wilayah.

Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang turut serta dalam penandatanganan tersebut sekaligus menjadi tuan rumah kegiatan.

“Di sini ada aspek uang negara yang terselamatkan. Ketika orang di dalam penjara, dia harus diberi makan, minum, tenaga pendamping, pengawas. Itu semua menggunakan uang negara, sementara produktivitasnya rendah,” ujar Dedi Mulyadi.

Menurutnya, jika pelaku tindak pidana menjalani hukuman dalam bentuk kerja sosial, maka justru akan melahirkan produktivitas dan manfaat bagi masyarakat.

“Coba lihat di Bekasi, berapa bantaran sungai yang menumpuk sampah? Berapa ratus kilometer jalan yang tinggi rumputnya dan drainasenya tersumbat? Kalau pelaku ini bekerja di sana, manfaatnya nyata bagi warga,” jelasnya.

Dedi juga menilai, sistem ini menghindarkan munculnya kemiskinan baru di keluarga pelaku.

“Kalau dipenjara, istrinya harus nengok ke penjara, ongkosnya pinjam dulu. Anaknya di rumah tidak dinafkahi. Tapi kalau jadi pekerja sosial, dia tetap bisa menafkahi keluarganya. APBN bisa diefisiensikan, dan produktivitas publik meningkat,” tambahnya.

Ia menegaskan, hukuman penjara bagi pelaku tindak pidana ringan sudah tidak relevan dengan semangat hukum nasional yang baru.

“Itu pola kolonial. Undang-undang KUHP yang baru sudah harus mengedepankan nilai-nilai keadilan restoratif,” tuturnya.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Prof. Asep Nana Mulyana, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan langkah strategis menjelang diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Nasional yang akan mulai berlaku pada Januari 2026.

“Salah satu pendekatan baru dalam KUHP ini adalah keadilan restoratif. Pelaku tindak pidana ringan dapat dijatuhi sanksi kerja sosial, tanpa harus masuk penjara. Mereka bisa tetap berinteraksi dan berkontribusi dengan masyarakat,” jelasnya.

Prof. Asep menuturkan, Jawa Barat menjadi provinsi pertama yang menyiapkan implementasi konkret program ini melalui kerja sama antara Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah se-Jawa Barat.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pidana kerja sosial hanya dapat diterapkan bagi pelaku tindak pidana dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun, sebagaimana diatur dalam pedoman Kejaksaan tahun 2005 tentang kerja sosial dan pengawasan bersyarat.

“Ini menjadi salah satu ukuran utama. Jadi hanya perkara-perkara ringan yang bisa diarahkan ke pidana kerja sosial,” tegasnya.

Selain itu, jenis kerja sosial disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan profil pelaku.

“Misalnya, ada yang membantu di Dinas Perhubungan, Dinas Sosial, atau Dinas Kebersihan. Prinsipnya, tidak boleh mengganggu mata pencaharian pokok pelaku dan tidak boleh mengurangi haknya untuk mencari nafkah,” terang Prof. Asep.

Ia menambahkan, pelaku tindak pidana juga akan dibekali keterampilan agar mampu mandiri setelah menjalani masa hukuman sosial.

“Kami bekerja sama dengan pihak seperti Jamkrindo untuk membuat program pelatihan usaha, seperti pembuatan sepatu, laundry, dan lain-lain. Jadi mereka punya modal keterampilan ketika kembali ke masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Hermon Dekristo, menyampaikan bahwa penandatanganan MoU ini menjadi dasar pelaksanaan program di seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat.

“Jadi inilah yang hari ini kita lakukan, perjanjian kerja sama. Nanti akan disesuaikan di masing-masing daerah bersama para bupati dan gubernur, agar program ini tepat sasaran,” jelas Hermon.

Menurutnya, inisiatif ini bukan hanya langkah hukum, tetapi juga bentuk pemberdayaan sosial yang mempercepat reintegrasi pelaku ke dalam masyarakat.

“Tindakan sosial ini memperbaiki masyarakat, bukan sekadar menghukum. Kami ingin mereka kembali hidup normal, bahkan lebih baik dari sebelumnya,” pungkasnya.

Reporter : Fajar CQA
Editor      : Yus Ismail

Berita Lainnya

Peletakan Batu Pertama Kawasan Industri Pertanian: Langkah Awal Wujudkan Kemandirian Pangan di Bekasi
PEMERINTAHAN   Nov 4, 2025   Posted by: Newsroom Diskominfosantik
Pidana Kerja Sosial, Gubernur Jabar: Efisiensi Anggaran Negara dan Dorong Produktivitas Sosial
PEMERINTAHAN   Nov 4, 2025   Posted by: Newsroom Diskominfosantik
Pemkab Bekasi Perkuat Kolaborasi Dunia Usaha dan Pendidikan Lewat Program Permagangan
PEMERINTAHAN   Nov 3, 2025   Posted by: Newsroom Diskominfosantik
Momentum Hari Museum Nasional, Wabup Bekasi Tekankan Pentingnya Merawat Warisan Sejarah Bekasi
PEMERINTAHAN   Nov 2, 2025   Posted by: Newsroom Diskominfosantik